Judul Buku: The Spirit Of Islamic Law (Membongkar Teori Berhukum Statis Menuju Hukum Islam Dinamis)
Penulis : Ahmad Faidy Haris
Penerbit: SUKA-Press
Cetakan: Pertama, Mei, 2012
Tebal: 148 Halaman
Peresensi: Matroni el-Moezany*
Wacana
hukum Islam sebenarnya sudah lama kita tahu, hanya saja ada perbedaan
cara dalam menerapkannya, karena hukum Islam yang terjadi merupakan
mazhab dari seorang ulama, pemikir dan imam. Dalam buku ini Ahmad Faidy
Haris menawarkan nuansa baru dalam menelaah fiqih sebagai hukum Islam
dengan tidak melupakan sejarah lahirnya hukum Islam itu sendiri.
Pada
umumnya masyarakat Islam, termasuk masyarakat Islam Indonesia,
memandang fiqih identik dengan tatakrama Tuhan. Sebagai akibatnya, fiqih
lantas cenderung dianggap sebagai aturan Tuhan itu sendiri, maka tidak
heran kalau kita menganggap fiqih sebagai kumpulan hukum Tuhan dan
karenanya sebagai hukum Tuhan adalah hukum yang paling benar dan tidak
bisa dirubah dan direnungkan, maka kitab-kitab fiqih bukan saja
dipandang sebagai buku agama itu sendiri, sehingga tidak bisa di
otak-atik, di kritik atau ditelaah ulang, sehingga terkesan kaku dan
tidak kontekstual. Buku Ahmad Faidy Haris ini menawarkan nuansa baru dan
spirit baru bahwa hukum Islam tidak sama seperti yang diketahui
kebanyakan orang.
Padahal fiqih adalah produk budaya ketika para
pakar hukum dan para mujtahid berupaya untuk mendialogkan antara prinsip
ajaran di satu pihak dan konteks sosial yang sedang berkembang di pihak
lain. Maka lokalitas dan kontekstualitas merupakan sifat dasar fiqih
itu sendiri dan inilah yang kemudian menjadi pembeda dengan syariah.
Fiqih tidak lain buah dari pemikiran manusia terhadap ajaran syariah
yang absolut atau di sebut tathbiqu ahkamil fiqh (penerapan terhadap
hukum-hukum fiqih) bukan tatbiqu as-syariah (penerapan terhadap
syariah). Dari sinilah kemudian muncul beberapa produk pemikiran tentang
hukum Islam yang dalam literatur dikenal dengan istilah mazhab.
Sebenarnya
sangat menarik kalau kita melihat bagaimana perdebatan aliran dalam
Islam atau dengan kata lain sejarah pembentukan hukum Islam. Nah,
sejarah inilah yang kadang jarang bahkan sering kita lupakan sebagai
pijakan awal lahirnya sebuah hukum Islam. maka tidak heran kalau di
Indonesia ada sebagian aliran yang mengaku bahwa mazhab “akulah yang
benar”. Seperti contoh perbedaan pendapat dalam aliran tertentu berbeda
ahl al-hadist dan ahl al-ar-ra’yi, sejak masa awal pembentukan huku
Islam berlanjut kepada terbentuknya mazhab Maliki dan Hanafi (hlm:47).
Perdebatan dua aliran ini dikompromikan oleh Imam Syafi’i dengan metode analogi (qiyas). Imam
Syafi’i mengakui bahwa hukum bersumber dari wahyu, akan tetapi tidak
menutup kemungkinan akal manusia dalam menetapkan aturan hukum yang
tidak di atur oleh wahyu. Fungsi akal adalah mengatur kasus-kasus yang
baru dengan cara memberlakukan di atas prinsip wahyu Tuhan dengan telah
mengatur kasus yang sama.
Dengan demikian, syariat Islam dan
hukum Islam merupakan dua istilah yang berbeda. Walau pun ada kaitannya
yang sangat erat, akan tetapi kedua istilah tidak bisa disamakan.
Anehnya masyarakat memahami istilah tersebut tanpa tahu makna dan akibat
dari keduanya, padahal syari’at Islam memiliki makna holistik-universal
dari fiqih Islam.
Mungkin kita tahu filsuf besar yang hidup
pada pertengahan, lahir di Cordova ibu kota Andalusia yang dikatakan
murtad oleh sebagian pemikir Islam yang melahirkan kita fiqih yang
sangat terkenal Bidaya al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid yaitu
Ibnu Rusyd. Buku ini merupakan suatu studi perbandingan hukum Islam,
dimana di dalamnya diuraikan pendapat Ibnu Rusyd dengan mengemukakan
pendapat-pendapat imam-imam fiqih.
Ahmad Faidy Haris dengan
spirit keIslamannya ingin memberikan pencerahan dalam memaknai hukum
Islam sebagai landasan hukum, dengan mengambil ayat al-qur’an dan kaidah
fiqih sebagai dasar pisau analisisnya. Karena menurut Ahmad Faidy Haris
dalam buku ini hukum Islam merusaha menjawab tantangan zaman, seperti
tesisnya shalihun likulli zaman wa makan (cocok untuk setiap
zaman dan tempat) serta menjawab skeptisisme yang menjangkiti sebagian
umat Islam yang mamandang bahwa hukum Islam memiliki karakter ruang
lingkup yang sangat terbatas, kaku, stagnan, tidak dinamis serta tidak
mampu menjawab perkembangan zaman.
Buku ini hadir untuk menjaga
eksistensi hukum Islam yang lebih dinamis dan kontekstual dalam
menghadapi tantangan zaman ke depan, agar ke-kaku-an yang terjadi selama
ini sedikit demi sedikit sadar bahwa hukum Islam tidak seperti itu.
akan tetapi hukum Islam sangat indah, lentur, inklusif-pluralis dan
dinamis.
Kalau boleh saya mengkritik di balik buku yang indah
ini, Ahmad Paidy Haris sedikit kurang dalam memaknai ayat al-qur’an dan
kaidah fiqih yang ada dalam buku, sehingga makna filosofinya sedikit
tidak terlihat bahkan tidak ada, maka hal ini penting untuk ditelaah
ulang, bagaimana sebenarnya rasionalitas dari sebuah kaidah yang
dilahirkan oleh fuqaha atau ahli fiqih? Apakah hanya sebatas arti
sehingga epistemologi-hermeneutiknya yang ditulis Ahmad Paidy Haris tak
terlihat.
Mengapa demikian, banyak cabang ilmu pengetahuan yang
sisi filosofinya kurang diperhatikan, padahal sisi filosofinya sangat
penting untuk menjadi energi dari sebuah karya dan buku. Tapi saya tetap
berharap buku-buku yang memberi pencerahan lahir kembali ditangan master of Islamic law seperti Ahmad Paidy Haris.
0 komentar:
Komentar Anda Sangat Kami Harapkan
Silahkan Tulis Di Kotak Yang Telah Tersedia....Terima Kasih!!