Judul Buku: Islam Dinamis Islam Harmonis, Lokalitas, Pluralisme, Terorisme
Penulis: Machasin
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Tahun Terbit: cetakan I: 2012
Tebal: xiv + 342 halaman
Peresensi: Khoril Awar
Bagaimanaupun
juga, agama meski memiliki sisi batini yang lebih banyak dibandingkan
sisi lahir-dunawiyah tetap harus mampu mengisi ruang-ruang dunia
tersebut. Agama dan cara beragama tidak mungkin menyingkir dari
pergulatan sejarah manusia. Agama yang berorientasi pada “ketenangan
batin” tidak mungkin bersembunyi di balik kalbu penganutnya dan hanya
muncul menjelang ritual semata. Justru dari dalam batin tersebut agama
mampu memberikan kontribusi dalam menuntun pergaulan umatnya di pentas
global maupun lokal sehingga benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin.
Islam,
sebagai salah satu agama samawi dengan penganut terbesar, pun tidak
bisa bersuka ria melihat penganutnya yang begitu banyak. Umat Islam
harus mampu membuktikan diri sebagai “khoiru ummah” dengan misi sebagai “rahmatan lil’alamin”.
Tantangan yang kini dihadapi umat Islam mencakup skala global, lokal
dan penegasan misi “rahmat untuk alam”. Di tingkat global, Umat Islam
menghadapi berbagai isu khususnya terorisme yang sering dialamatkan
kepadanya. Akibatnya, muncul sikap Islamophobia yang berujung
sikap represif sekaligus keraguan tentang niat “rahmat untuk alam” tadi.
Skala lokal, sebagaian umat Islam sering bergesekan dengan nilai-nilai
lokal, seperti dasar negara maupun adat istiadat yang dianggap bertolak
belakang dengan nilai-nilai ketauhidan. Dengan kata lain, masalah
terorisme, kekerasan, dan menolak kearifan lokal dan pluralisme
merupakan antitesis terhadap Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
Machasin,
dalam buku ini, mencoba untuk menguraikan tantangan yang kini tengah
dihadapi Umat Islam dan mencoba menafsirkan ajaran Islam. Tujuannya
tidak lain untuk memberikan jawaban terhadap tantangan global, lokal dan
penegasan misi Islam sebagai rahmatan lil’alaimin.
Tantangan
pertama di skala global adalah globalisasi. Globalisasi bak gelombang
yang menyapu segala sendi kehidupan manusia yang membawa konsekuensi,
disamping kemudahan-kemudahan yang dibawanya. Di antaranya adalah
kenyataan bahwa suatu kelompok manusia, peradaban, agama, tradisi, dan
jenis-jenis kegiatan kebersamaan manusia lainnya, tidak dapat terlepas
dari masyarakat dunia.
Semuanya berada dalam masyarakat dunia
yang satu, masing-masing terpengaruh oleh dan/atau mempengaruhi
kehidupan dan perjalan dari yang lain. seharusnya dalam kehidupan
bersama itu tidak ada yang merasa dirinya paling benar, memaksakan
“kebenaran” yang dipersepsikannya dan tidak memberikan tempat bagi yang
lain; walaupun selalu saja ada kelompok, budaya atau cara pandang
tertentu yang menjadi penentu, di samping mereka yang menjadi figuran
atau bahkan objek penderita.
Dalam hal ini, secara garis besar,
pihak-pihak yang ada dalam panggung kehidupan ini dapat digolongkan
menjadi tiga golongan: (1) yang di tengah dan berusaha mempertahankan
perannya sebagai tokoh-tokoh penentu, (2) yang di pinggir dengan obsesi
untuk dapat ke tengah dan merebut peran penentu atau tak peduli dengan
apa yang terjadi di tengah dan memuaskan diri dengan keadaan pinggir,
dan (3) yang berusaha untuk menemukan komposisi yang adil bagi semua.
Umat Islam, kini menempati posisi yang di pinggir, sementara yang di
tengah adalah kaum tradisional yang dianggap musuh Islam.
Umat
Islam, kalau konsisten dengan perannya sebagai saksi bagi seluruh
manusia, mestilah tampil ke depan, bukan untuk berkuasa, melainkan untuk
mengarahkan kehidupan pada jalannya yang lurus. Akan tetapi, harus
diingat bahwa kebenaran tidak hanya dipihaknya, tetapi juga di hampir
seluruh komunitas. Semuanya bertanggung jawab bagi keberhasilan umat
manusia, memuliakan diri dan lingkungannya.
Tantangan di tingkat
lokal adalah budaya. Agama, sebagai sesuatu yang lekat dengan kehidupan
manusia pun, tidak berbeda keadaannya: mesti dipahami dan dijalani
dalam kerangka budaya. Tidak ada satupun agama yang bebas dari tradisi
panjang yang dihasilkan oleh bangsa atau masyarakat yang warganya
menjadi pemeluknya. Hal ini, antara agama dengan budaya, selalu terjadi
interaksi antara keyakinan keagamaan yang dianggap suci dengan
kreativitas manusia serta budayanya yang dianggap profan.
Islam,
dalam perkembanganya, pun berinteraksi dengan tradisi bangsa-bangsa yang
memeluknya dan menyerap unsur-unsur budaya lokal yang dilewatinya.
Sikap Islam terhadap budya lokal dapat dipilah menjadi tiga, yaitu: (1)
menerima dan mengembangkan budaya yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam dan berguna bagi pemuliaan kehidupan umat manusia, (2) menolak
tradsi dan unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
Islam, dan (3) membiarkan saja, seperti pada cara berpakaian asal tidak
melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam.
Islam sebagai rahmatan
lil’alamin adalah ketika Islam disebarkan dengan cara lembut dan penuh
kasih sayang. Kasih sayang tidak membuat orang yang dikasihani terhina,
takut dan jengkel, tetapi mengangkat martabatnya, membuatnya bangga,
membantu menemukan yang terbaik dalam kehidupannya.
0 komentar:
Komentar Anda Sangat Kami Harapkan
Silahkan Tulis Di Kotak Yang Telah Tersedia....Terima Kasih!!